Pengatasan Kekeringan di Kupang (NTT)
Petani di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai mengalihfungsikan lahan persawahan dengan menanam tanaman hortikultura karena bencana kekeringan yang mulai melanda daerah itu.
Hortikultura (horticulture) berasal dari bahasa latin hortus (tanaman kebun) dan cultura/colere (budidaya), dan dapat diartikan sebagai budidaya tanaman kebun. Kemudian hortikultura digunakan secara lebih luas bukan hanya untuk budidaya di kebun. Istilah hortikultura digunakan pada jenis tanaman yang dibudidayakan. Bidang kerja hortikultura meliputi pembenihan , pembibitan , kultur jaringan, produksi tanaman, hama dan penyakit, panen, pengemasan dan distribusi. Hortikultura merupakan salah satu metode budidaya pertanian modern.
Hortikultura merupakan cabang dari agronomi. Berbeda dengan agronomi, hortikultura memfokuskan pada budidaya tanaman buah (pomologi/frutikultur), tanaman bunga (florikultura), tanaman sayuran (olerikultura), tanaman obat-obatan (biofarmaka), dan taman (lansekap). Salah satu ciri khas produk hortikultura adalah perisabel atau mudah rusak karena segar. Orang yang menekuni bidang hortikultura dengan profesional disebut sebagai hortikulturis. Karena kering penduduk Kupang hanya bisa menanam sayur saja.
Petani di areal persawahan itu mulai mengolah lahan mereka menggunakan cangkul dan dibuat bedeng (petak-petak) untuk menanam sayuran. Namun, mereka mengaku masih kesulitan mendapatkan air. Penduduk hanya berharap air dari rembesan sumur bor di daerah sekitar itu.
Lahan persawahan seluas 20 hektare lebih tersebut mulai mengering. Bahkan, tanaman padi petani yang baru ditanam mati. Ladang itu pun dijadikan peternak untuk mencari makan. Terbukti, banyaknya sapi yang mencari makan di lahan persawahan itu.
Sementara itu, berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKP2) NTT yang ditandatangani Kepala BKP2 NTT, Alexander Sena menyebutkan terdapat 11 kabupaten di NTT yang terancam rawan pangan, karena kekeringan yang melanda daerah itu.
Sebanyak 11 kabupaten itu yakni Flores Timur, Manggarai Timur, Sumba Timur, Sumba Barat, Belu, Manggarai Barat, Sikka, Timor Tengah Selatan, Lembata, Alor, dan Ende.
Disebutkan pula total luas areal tanaman padi yang rusak akibat kekeringan mencapai 8.395 hektare (ha), jagung 17. 844 ha dan ubi kayu 3.645 ha, yang tersebar di 403 desa di 136 kecamatan.
Pengamat Pertanian Agribisnis dari Universitas Nusa Cendana Kupang Ir Leta Rafael Levis mendukung langkah pemerintah pusat dan daerah dalam menangani dampak kekeringan yang melanda sembilan provinsi di Indonesia, termasuk di provinsi kepulauan itu.
Berbagai langkah penanganan dampak dari kekeringan yang dilakukan pemerintah pusat hingga daerah seperti alokasi anggaran untuk tanggap darurat dan lainnya yang perlu mendapat dukungan luas, karena tujuannya baik.
Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan anggaran sebesar Rp199 miliar yang siap digelontorkan menangani kekeringan di seluruh Indonesia. Anggaran itu akan diserahkan langsung kepada kelompok tani sebagai upaya menghindari pungutan liar.
Menteri Pertanian Suswono Untuk penanggulangan puso (gagal panen), kami memberikan bantuan sebagaimana tahun lalu yakni Rp3,7 juta per hektare. Dari jumlah tersebut, Rp2,6 juta untuk bantuan biaya pengolahan lahan dan Rp1,1 juta untuk bantuan pupuk.
Suswono menambahkan, total Rp199 miliar tersebut dapat membantu kelompok tani mengatasi kekeringan hingga sedikitnya 65 ribu hektare. Proses mengalirnya dana tersebut hingga ke kelompok tani tetap melalui Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan Dinas Pertanian Provinsi.
Mulai saat ini, harus dipikirkan langkah-langkah yang sifatnya pencegahan atau paling kurang mengurangi dampak dari kekeringan seperti memperbanyak embung dan bendungan untuk menampung air dan tindakan lainnya yang sifatnya jangka panjang.
Ketua penyuluh bagi tenaga PPL negeri di NTT ini mengatakan, selain langkah penanganan dari Kementerian itu, sektor lain seperti Bandan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN) memprioritas penanganan bencana kekeringan di sembilan provinsi seperti Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Papua Barat dengan mengalokasikan anggaran sebesar sekitar Rp60 miliar.